Jenis Hadis Berdasarkan Bentuk dan Penisbatan Matan

Jenis Hadis Berdasarkan Bentuk dan Penisbatan Matan













Dari segi bentuk atau wujud matannya, Hadis dapat dibagi pada lima macam, yaitu Hadis qauli, fi’li, taqriri, hammi dan Hadis kauni dan ahwali.

Yang pertama; Hadis qauli, yaitu Hadis yang matannya merupakan bentuk perkataan yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syari’at maupun akhlak. 

Di antara contoh Hadis qauli adalah:


حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَمْدَانِيُّ وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَا حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَامِرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَجْوَةُ مِنْ الْجَنَّةِ وَفِيهَا شِفَاءٌ مِنْ السُّمِّ وَالْكَمْأَةُ مِنْ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ 

Telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah bin Abu Safar Ahmad bin Abdullah Al Hamdani dan Mahmud bin Ghailan keduanya berkata, Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir dari Muhammad bin Abu Amru dar Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Al 'Ajwah berasal dari surga, di dalamnya mengandung kesembuhan untuk penyakit racun. Al Kam`ah dari Al Mann, airnya adalah kesembuhan bagi penyakit 'Ain."

Yang kedua; Hadis fi’li, yaitu Hadis yang matannya berupa perbuatan sebagai penjelas praktis terhadap peratutan syari’at. Dalam Hadis tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW yang menjadi panutan prilaku para sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi umat Islam untuk mengikutinya. Hadis yang termasuk kategori ini di antaranya adalah Hadis-hadis yang di dalamnya terdapat kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina.

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ مِنْ دَلْوٍ مِنْهَا وَهُوَ قَائِمٌ 

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin Numair; Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Ashim dari Asy Sya'bi dari Ibnu 'Abbas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam minum air Zam-Zam dari gayungnya sambil berdiri.

Yang ketiga; Hadis taqriri, yaitu Hadis yang matannya berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya, Nabi SAW membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya itu, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya. Sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil taqrir, yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan satu kepastian syara.

Diantara contoh taqriri adalah sikap Rasul SAW, yang membiarkan para sahabatnya tentang shalat asar di Bani Quraizhah, yaitu:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ قَالَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنْ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad bin Asma' berkata, telah menceritakan kepada kami Juwairiyah dari Nafi' dari Ibnu 'Umar berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami ketika beliau kembali dari perang Ahzab: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian shalat 'Ashar keculi di perkampungan Bani Quraizhah." Lalu tibalah waktu shalat ketika mereka masih di jalan, sebagian dari mereka berkata, 'Kami tidak akan shalat kecuali telah sampai tujuan', dan sebagian lain berkata, 'Bahkan kami akan melaksanakan shalat, sebab beliau tidaklah bermaksud demikian'. Maka kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan beliau tidak mencela seorang pun dari mereka. "

Yang keempat; Hadis hammi, adalah Hadis yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW yang belum terealisasikan. Seperti halnya untuk shaum pada tanggal 9 Muharam yang tidak dapat dilaksanakan sebab beliau wafat sebelum datang Muharam berikutnya. Hadis tersebut adalah:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ أَنَّ إِسْمَعِيلَ بْنَ أُمَيَّةَ الْقُرَشِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا غَطَفَانَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ حِينَ صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَنَا بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ صُمْنَا يَوْمَ التَّاسِعِ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Daud Al Mahri, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yahya bin Ayyub, bahwa Isma'il bin Umayyah Al Qurasyi telah menceritakan kepadanya bahwa ia telah mendengar Abu Ghatafan berkata; saya mendengar Abdullah bin Abbas ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari 'Asyura ia berkata; dan beliau memerintahkan kami agar berpuasa pada hari tersebut. Para sahabat kertanya; wahai Rasulullah, itu adalah hari dimana orang-orang yahudi dan nashrani mengagungkannya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila tahun depan maka kita akan berpuasa pada hari kesembilan." Kemudian belum datang tahun depan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah meninggal dunia.

Yang kelima; Hadis kauni atau ahwali, yaitu Hadis yang matannya berupa hal ihwal Nabi SAW yang tidak termasuk ke dalam kategori keempat bentuk Hadis di atas. Hadis yang termasuk kategori ini adalah Hadis-hadis yang meyangkut sifat-sifat dan kepribadian serta keadaan fisik Nabi SAW contohnya adalah Hadis berikut:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا مَسِسْتُ حَرِيرًا وَلَا دِيبَاجًا أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا شَمِمْتُ رِيحًا قَطُّ أَوْ عَرْفًا قَطُّ أَطْيَبَ مِنْ رِيحِ أَوْ عَرْفِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Harb telah bercerita kepada kami Hammad dari Tsabit dari Anas radliallahu 'anhu berkata; "Belum pernah aku menyentuh sutera dan tidak juga dibaj (jenis sutera lain) yang lebih lembut dibanding telapak tangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan belum pernah aku mencium suatu aroma sekalipun atau bau minyak wangi yang lebih wangi dibanding aroma atau wangi Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Sedangkan dari segi penisbatan matan, Hadis dapat dibagi kepada Hadis qudsi, marfû, mauqûf dan maqthû.

Yang pertama; Hadis qudsi. Qudsi berasal dari kata quds yang berarti suci yang dimaksud di sini adalah Allah SWT. Secara terminology Hadis qudsi adalah:

كل حديث يضيف فيه الرسول صل الله وسلم قولا الى الله عز وجل

Setiap Hadis yang disandarkan oleh Rasulullah SAW perkataannya kepada Allah Azza wa Jalla

Definisi tersebut menjelaskan bahwa Hadis qudsi itu adalah perkataan yang bersumber dari Rasulullah SAW, namun dinisbatkan oleh beliau kepada Allah SWT Akan tetapi, meskipun itu perkataan atau firman Allah, Hadis qudsi bukanlah Al-Qur’an. Bila seseorang meriwayatkan Hadis qudsi maka dia meriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada Allah SWT, yaitu dengan menggunakan diantaranya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه تعالى

Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya…”

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ بَهْرَامَ الدَّارِمِيُّ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ الدِّمَشْقِيَّ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin 'Abdur Rahman bin Bahram Ad Darimi; Telah menceritakan kepada kami Marwan yaitu Ibnu Muhammad Ad Dimasyqi; Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Abdul 'Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris Al Khalwani dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berbunyi: "Hai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim dan perbuatan zhalim itu pun Aku haramkan diantara kamu. Oleh karena itu, janganlah kamu saling berbuat zhalim .

Yang kedua; Hadis marfu’. Secara bahasa marfu berasal dari kata rafa’a yang mempunyai arti yang diangkat, atau yang dinaikan. Hadis marfu secara terminologi adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Orang yang menisbatkan itu boleh jadi sahabat, atau selain sahabat. Dengan demikian sanad dari Hadis marfu’ itu bisa mattasil, bisa pula munqati, atau mu’dhal dan mu’allaq.

Contoh hadis marfu': 

عَنْ سَعْدٍ قَالَ مَرِضْتُ مَرَضًا أَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا عَلَى فُؤَادِي فَقَالَ إِنَّكَ رَجُلٌ مَفْئُودٌ ائْتِ الْحَارِثَ بْنَ كَلَدَةَ أَخَا ثَقِيفٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ يَتَطَبَّبُ فَلْيَأْخُذْ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِنْ عَجْوَةِ الْمَدِينَةِ فَلْيَجَأْهُنَّ بِنَوَاهُنَّ ثُمَّ لِيَلُدَّكَ بِهِنَّ

Dari Sa'd ia berkata, "Aku pernah mengalami sakit, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu datang menjengukku, beliau kemudian meletakkan tangannya di antara kedua dadaku hingga aku merasakan dinginnya tangan beliau pada dadaku. Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau adalah seorang laki-laki yang terkena penyakit pada hatinya, datanglah kepada Al Harits bin Kaladah saudara Tsaqif, ia orang yang bisa kedokteran. Hendaknya ia mengambil tujuh buah kurma 'ajwah Madinah, hendaknya ia tumbuk bersamaan dengan bijinya, kemudian meminumkannya kepadamu.

Yang ketiga; Hadis mauquf. Secara etimologi mauquf berasal dari kata waqafa yang mempunyai arti berhenti, berdiri, ragu-ragu atau menggantung.  Menurut istilah Hadis mauquf adalah:

وهو ما يروى عن الصحابةرضي الله عنهم من أقولهم أوأفعالهم أونحوها 
Hadis mauquf adalah Hadis yang diriwayatkan dari sahabat berupa ucapan mereka, perbuatan mereka atau yang lainnya.

Contoh Hadis mauquf:
قال علي حدثوا الناس بما بعرفون أتحبون أن يكذب الله ورسوله (رواه البخاري)

Ali r.a. berkata: “bicaralah dengan manusia tentang apa yang diketahui/dipahaminya, apakah kamu ingin bahwa Allah dan Rasul-Nya didustai?”

Diantara Hadis mauquf terdapat Hadis yang lafazh dan bentuknya mauquf, namun setelah diceritakan hakikatnya marfu, yaitu bersambung dengan Rasul SAW. Hadis yang demikian dinamakan oleh ulama Hadis dengan al-Mauquf lafzhan al-Marfu’ ma’nan, yaitu secara lafazh bersetatus mauquf, namun secara makna bersifat marfu, apabila satu Hadis mauquf berstatus hukum marfu.

Yang keempat; Hadis maqthû. Maqtu artinya yang dipotong atau yang terpotong.  Menurut ilmu Hadis, yang dimaksud Hadis maqthu adalah:

الحديث المقطوع: هو ما أضيف للتابعي قولا كان أو فعلا سواء كان التابعي كبيرا (مثل سعيد بن المسيب) أو صغيرا (مثل يحي بن سعيد)، وحكم الحديث المقطوع أنه لا يكون حجة إذا خلا من قرينة الرفع

Hadis yang dihubungkan kepada tabi’in baik berupa perkataan atau perbuatan seperti tabi’in besar Sa’îd bin Musaîb dan tabi’in kecil Yahya bin Sa’îd, hukum Hadis maqthu tidak dapat dijadikan hujah apabila tidak ada  bukti yang menunjukan kemarfuannya (Hadis lain yang menguatkannya).

Contoh Hadis maqthu:

قول الحسن البصرى في الصلاة خلف المبتدع : صل وعليه بد عنه

Perkataan Hasan Bashri mengenai shalat di belakan ahli bid’ah, shalatlah dan dia akan menanggung dosa atas perbuatan bid’ahnya.

Hadis maqthu tidak dapat dijadikan sebagai hujah atau dalil untuk menetapkan suatu hukum, kerena status dari perkataan tabi’in sama dengan perkataan ulama lainnya.

Hadis marfu, mauquf ataupun maqthu, ada yang mudah dan jelas untuk menentukan bentuk penisbatannya maka disebut dengan hakiki. Ada juga yang sulit atau kurang jelas yang disebut hukmi. Sebagai contoh untuk marfu, mauquf dan maqthu. Sedangkan untuk contoh yang hukmi adalah sebagai berikut:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

Dari Umar bin Al Khaththab dia berkata, sesungguhnya do'a akan terhenti di antara bumi dan langit, ia tidak akan naik sehingga kamu bershalawat kepada Nabimu Shalallahu `alaihi wa salam.

Hadis tersebut mauquf, sebab Umar ibn Khatab sebagai seorang sahabat yang berkata. Dan bentuk matannya adalah perkataan sahabat Umar, maka disebut Hadis qauli. Perkataan Umar tersebut dengan jelas dapat ditentukan, maka Hadis-nya adalah hakiki. Jadi Hadis di atas adalah Hadis mauqûf qauli hakiki.

Tatapi Hadis di atas dapat dikatakan pula Hadis yang marfu’, sebab mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadis tersebut dari Rasulullah SAW dan penerimaan Hadis tersebut dari Nabi SAW adalah berupa sabdanya, maka disebut dengan Hadis qauli. Tetapi sebda Nabi tersebut tidak tampak jelas, karena tidak terang-terangan menyebutkan قال رسول الله karenanya Hadis di atas dapat pula dikatakan sebagai Hadis marfu qauli hukmi.















0 Response to "Jenis Hadis Berdasarkan Bentuk dan Penisbatan Matan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel