PEMIKIRAN ISLAM
PEMIKIRAN ISLAM PART-1 |
PEMAHAMAN PEMIKIRAN ISLAM, HUJAH, SUMBER, DAN KEASLIANYA
(BAGIAN PERTAMA)
Istilah Ilmu pemikiran Islam dalam sudut pandang ilmu hadis adalah
segara urusan (hukum) yang dihasilkan oleh kaum muslimin semenjak diutusnya
Nabi Muhammad saw. sampai hari ini, tentang wawasan alam yang menyeluruh
mencakup tuhan, dunia, dan manusia. Oleh sebab itu, sangat perlu kesungguhan berpikir,
dengan tujuan menjelaskan sesuatu yang sangat umum, sebagai roda penyeimbang
prinsip-perinsip Islam baik yang berupa aqidah, syariah, dan suluk
(prilaku).
Pemikiran manusia dihasilkan dari pemikiran yang bebas (umum) bukan
berangkat dari pemahaman-pemahaman Islam yang tetap pasti berupa qur’an yang
mulya dan hadis nabi yang terpelihara. Tidak benar jika pemikiran Islam murni adalah
produk Islam, perkatan tersebut mengandung pengirtian bahwa pemikiran Islam
secaran murni bersumber dari Islam, dan setengannya bersumber dari luar.
Pastinya, yang menjadi sumber adalah agama-agama, aqidah, dan sumber
pengetahuan lain, yang sewaktu-waktu dapat mendekatkan dan kadang-kadang dapat menjauhkanya.
Pemikiran Islam dimaksud, tidak berangkat dari Islam itu sendiri, seperti
wahyu tuhan yang tetap terperihara. Oleh sebab itu, tidak keliru jika pemikiran
Islam keseluruhan tidak berangkat darinya. Maka atas hal itu, dianjurkan untuk menyilangkan
pemikiran dengan tujuan untuk mendekatkan pemikiran manusia atas wahyu tuhan.
Namun, banyak orang yang keliru dalam memahami dan menyimpulkannya sebagai mana
dalam sejarah-sejarah yang telah ada, yang menyatakan bahwa pemikiran Islam seluruhnya
bersumber dari Islam dan berkembang dari Islam itu sendiri. Ia berkesimpulan, sebagai salah satu usaha pencegalan orang
muslim dan kebudayaannya yang Islami, atas kekhawatir bawa pemikiran manusia
dapat merubah agama yang suci. Manusia sebaikanya dapat mempertimbangkannya.
Maka, akibat yang akan terjadi menurutnya adalah masuknya kerusakan yang besar
dalam perinsip-prinsip agama yang haq dalam menyimpulkan kebenaran
dikalangan manusia, epek lain yaitu; rusaknya
pemikiran dalam berijtihad hukum-hukum yang seharusnya tidak perlu dilakukan
ijtihad.
Sebagian kelompok keliru dalam memahami pemikirna Islam yang
terdahulu dan baru. Mereka beranggapan bahwa pemikiran Islam mengaburkan
prinsip-prinsip Islam, al-qu’an dan as-sunah, lain halnya jika mereka membuat
jurang pemisah antara sumber asli Islam dan pemikiran yang dibuat bersumber
dari sumber asli atau berbagai penafsiran yang membahas seputar hal itu.
Benar sekali, jika anggapan bahwa pemikiran Islam yang dimaksud
oleh mereka adalah pemikiran yang tidak boleh tidak harus berangkat dari
kaidah-kaidah Islam, akan tetapi, anggapan itu tertuju kepada kepantasan
meletaka masalah ijtihadiyah terhadap para ulama Islam dan pemikiranya, ketika
mereka berkarya dan bercerita, bagi yang menjalankanya atau mengikutinya, ia
akan menemukan pola pikir terpisah antara sumber asli dan poko-poko, prinsip
dan qawaidnya.
Umat Islam perlu mengetahui bahwasanya agama Islam bukan berangkat
dari pemikiran, riset atau filsafat. Istilah pemikiran, riset, dan filsafat hanya
sebagai kerangka pemikiran akal manusia dalam mengisi sejarah yang panjang
(peradaban dunia). Sama saja jika pemikiran tersebut digunakan secara optimal dari
seluruh sumber Islam, atau dari sumber yang lainnya, kecuali jika hasil dari
pemikiran tersebut berjalan sesuai dengan petunjuk Islam dalam bingkai prinsip
dan dasar-dasar Islam, namun itu juga masih terdapat kemungkina salah meskiput
sedikit dibanding berpikir dengan tidak menggunakan wahyu sebagai pijakan. Dua
sebab yang menjadi poko umum wahyu dijakikan sebagai pijkan:
Islam menyimpan hak-hak ilahinyah yang sempurna diatas akal
sebagai bingkai pelindung wawasan diluar Islam. Pada hakikatnya akal itu
bersipat netral sampai masuk unsur yang dapat merubahnya kedalam bingkei alam
al-mâdah (alam pikiran yang bersipat umum netral), maka terlihatlah apapun baik yang jelas ataupun yang masih
samar. Oleh sebab itu, maka jelaslah bahwa akal manusia itu berefolusi (berkembang),
apabila nafsu menggiringnya kepada penjelasan yang kabur dari alam ghibah
(alam yang masih kabur, belum jelas) yang masih banyak kesesatan dan kekacouannya, maka akan bayak pula
kekeliruannya dan tidak akan sampai kepada keyakinan (kebenaran).
Argument yang kuat terhadap hal itu, yaitu pemikiran orang
filsafat, ilmuan, kitika mejelasakan sesuatu yang masih samar masih bayak
sekali kekaburan, semenjak keberadaannya sampai saat ini. Hal tersebut
merupakan perumpamaan dari kumpulan yang dihasilkan dari pemikiran yang keliru,
bersebrangan dan tidak diterima dikala itu atas kelalaian akal yang terbatas.
Ketika akal menunjukan sesuatu yang baik dalam tingkatan yang pertama
yaitu sesuatu yang masih belum jelas, samar (alam mâdah), maka akal akan
mengarahkan dan mencegah kesesatan penafsiran yang samar, dan hasil lah pada
kesimpulan yang pasti yang tidak diragukan lagi, jauh dari keraguan yang
bersipan alami dan insani.
Semua hawa nafsu bersipat mengkaburkan (menyesatkan) jika berangkat
dari emosi yang menguasainya, maka oleh karna itu semua manusia dapat terhalang
dari pemikiran yang selamat, dan terhijab dari temuan-temuan yang selamat,
sehingga dapat mentelantarkanya kedalam kegelapan yang sempurna, hawanafsunya
dijadikan perlindungan dan pegangan olehnya, sehingga ia tidak dapat menyimpan
urusan dalam tempat yang terjaga (baik), dan ia berkesimpulan dengan kesimpulan
yang keliru baik untuknya maupun orang lain.
Oleh sebab itu maka perlulah kita untuk berpijak dari awal yang
baik, sumber yang baik tidak akan bisa ditemukan kecuali dari wahyu ilahi yang
terpercaya yang tidak diragukan lagih kebenaranya dalam al-Qur’an dan as-Sunah.
Alasan yang menjadiakn wahyu disimpan diatas segalanya:
Berpikir sangat penting sebagai esensi keberadaan manusia,
kebiasaan berpikir adalah sipat yang telah diberikan oleh Tuhan bagi manusi
sebagai salah satu bentuk martabat (jabatan) yang tinggi dibandingkan dengan
mahluk lainya, kebiasaan berpikir dapat menbantu atas terbukanya metode dan
penurusuran yang benar. Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka
bumi dan ia menanggung tanggung jawab yang besar atas kepemimpinanya itu ketika
ia memakai kemikirinya untuk menggapai kemaslahatan. Sebagai mana fiarman Allah;
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا
وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا[1]
Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
Berpikir adalah fitrah, Islam adalah fitrah, tidak ada
penolakan diadalamnya, akan tetapi Islam harus senantiasa ditegakan, tidak ada
keraguan didalamnya, Islam menpunyai pandangan yang luas kedepan.
Islam bukan berasal dari kitab samawi atau kitab
lainya, calilah manusia yang cirdas dan pintas untuk mengerahkan seluruh
pikiranya untuk membuat yang serupa dengan al-Qur’an 100 ayat saja, dengan
bentuk yang beragan. Paksakanlah pikiranmu sampai batas maksimum untuk berpikir
tentang keadaan alam, kehidupan dan manusia. Sebagai mana firman Allah;
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ[2]
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ[3]
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ
فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ
الْآَخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ[4]
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
Adapun Rasulullah saw. telah meletakan kecenderungan
teradisi qur’ani yang jelas ketika hendak diamalkan oleh kaum muslimin dalam
ijtihad aql, bepikir, dan pemahamanya dalam kehidupan secara umum. Bedakanlah
dengan jelas antara wahyu tuhan, pemikiran manusia dan pemahaman shahabat yang
mulya. Banyak dikalangan sahabat yang berkumpul ditengah Rasulullah yang
kemudian mereka bertanya tentang sesuatu yang memperliatkan wahyu ilahi ataupun
pendapatnya. Maka ketika Rasul
menberitakan kepada mereka, maka sebagian mekera berijtihad dan berpikir
(berpendapat) ditengan tengangah Rasulullah saw.
Sebagaimana hadis yang diterima ketika terjadi perang
badar, sebagai musyawarah para sahabat dan kesepakatanya atas pendapat Habâab ibn Mundir ketika berkata; wahai Rasulullah
apakan ini adalah wahyu, yang engkau lihat sebagai petunjuk dari Allah, yang
tidak ada hak badi kami untuk menyegerakan atau menundanundanya, apakah ini
penundaan, peperangan, atau stategi perang, Rasulullah berkata; ini adalah
penundaan, peperangan, dan sekaligus stategi perang, Muad berkata; wahai Rasulullah
apakah itu bebar-benar bukan wahyu, menggiring orang-orang supaya mendekati ari
dinegara musuh, agar kami menuruninya sapai timbul kembalin semangat juang
kami, Rasul berkata; suguh aku telah mengambil langkah dengan perijtihad
(menganbil langkah hasil berpikir).
Dan juga hadis ketika terjadinya perang Uhud dan Handaq; rasulullah
menerima usulan dari Ibn Ubadah dan Ibn Muad; ketika itu telah tiba waktu asar,
ia menundanya sampai tiba di tanah bani qurâidzah. Rasulullah bertanya kepada
Mu’ad; bagaimana engakau dapat menghukuminya wahai Mu’ad, ia berkata; denangan
kitab Allah, apa bila tidak ditemukan, maka dengan sunah rasulullah, apa bila
tidak ditemukan juga, maka berijtihad lebih baik. Rasulullah gembira atas
peristiwa itu.
Para ulama dari golongan sahabat, tabi’in, dan ulama yang
mengikutinya adalah hakikat Islam yang terperihara. Untuk menyusun ketertiban
syariat maka para ulma membuat beberapa kaidah ushul sebagai poko-poko sumber
agama seperti qias, istihsan, tahqiq al-mushalah, sad’adz-dzara’I, rafh
ad-dharar, semuanya itu adalah sebagai bentuk ijtihad yang lain.
Iman as-syafi’I berkata; sesungguhnya Allah saw. memuji orang yang
mengoptimalkan akal mereka untuk keperluan ijtihadi, maka Allah akan menunjukan
jalan dari perbedaan ikhtilafiahnya kepada jalan yang haq (benar) atas nas dan
dalil-dalinya.
Dalam beberapa kitab mantiq dikatakan; bagai mana kita dapat
mengetahui kebenaran aqal jika pada satu kitika digunakan dan ditinggalkan.
Jawabanya; bahwa saya akal yang sehat dapat mengetahui sesuatu tidak dengan ada
batas dan zaman, tidak mungkin dalam suatu ketika akal memahami dan diposisi lain meragukanya,
sebagai contoh bahwa setiap kul lebih banyak dibandingkna juz’,
dan setiap manusia sekarang bukan manusi yang dulu, tidak mungkin dalam satu
waktu seseorang bisa berdiri dan duduk bersamaan.
0 Response to "PEMIKIRAN ISLAM"
Post a Comment