Macam Macam Hadis Berdasarkan Kualitasnya
KUALITAS HADIS
A.
STANDAR
KOMPETENSI
Agar dapat mengetahui kualitas hadis dari segi di terima sebagia hujjah (maqbul),
ditolak sebagai hujjah (mardud). Sebutan hadis maqbul terdiri dari Hasan Shahih
dan Hasan Hasan, sedangkan yang mardud disebut Hasan Dha’if.
acam Macam Hadis Berdasarkan Kualitasnya
1.
Kualitas Hadis
b. Hadis
Maqbûl
Maqbûl menurut bahasa adalah yang dapat diterima, yang menyenangkan dan yang
masuk akal.[1]
Sedangkan menurut istilah ahli Hadis, Muhammad ‘Ajjaj al-Khathîb[2]
mendefinisikan :
مَا
تَوَافَرَتْ فِيْهِ جَمِيْعُ شُرُوْطِ الْقَبُوْلِ
Hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya.
Sementara
Mahmûd al-Thahhan[3]
mendefinisikannya sebagai berikut:
مَا تَرَجَّحَ
صِدْقُ الْمُخْبِرِ بِهِ
Hadis yang
kuat kebenaran orang yang memberitakannya.
Yang
termasuk ke dalam kategori Hadis maqbûl ialah Hadis Shahîh dan
Hadis Hasan.
1) Hadis Shahih
Kata shahîh secara
etimologi dari kata shahha, yashihhu, shuhhan wa shihhatan wa shahhâhan.
Yang
menurut bahasa berarti sehat, yang selamat, yang benar, yang sah, dan yang
sempurna yang merupakan lawan dari saqim (sakit).
Menurut
‘ulama ahli Hadis, definisi Hadis shahih secara terminologi adalah:
الْحَدِيثُ
الْمُسْنَدُ الَّذِي يَتَّصِلُ إِسْنَادُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنِ
الْعَدْلِ الضَّابِطِ إِلَى مُنْتَهَاهُ، وَلَا يَكُونُ شَاذًّا، وَلَا مُعَلَّلًا.
Shahîh adalah
Hadis musnad yang bersambung sanadnya melalui râwi-râwi
yang adil, dhâbith sampai ujung sanad, tidak ada syâdz dan
tidak ada ‘illat.[4]
Al-‘Iraqi
juga mengemukakan definisi yang hampir sama, akan tetapi dalam dua syarat ia
memberikan penekanan khusus dengan menambahkan kata-kata lainnya, yaitu: pertama,
pada ke-dhabit-an ia menyebutkan dhabit al-fuad (kekuatan
ingatan/kecerdasan). Artinya ia menekankan kekuatan menghafal Hadis, yang
berbeda dengan dhabit al-kitab; dan kedua, pada ‘illat,
ia menyebutkan ‘illat qodihah (‘illat yang merusak atau
mencacatkan)[5].
Berdasarkan
definisi di atas, suatu Hadis dapat dinilai Shahîh apabila
memenuhi syarat berikut:
a)
Riwayat Sanadnya
bersambung
Yang
dimaksud dengan sanad bersambung adalah bahwa tiap-tiap râwi
dalam sanad Hadis menerima riwâyat Hadis dari râwi
sebelumnya, keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir sanad dari
Hadis itu.
Untuk
mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, ulama Hadis menempuh langkah-langkah: (1) mencatat
semua nama râwi dalam sanad yang diteliti, (2) mempelajari
biografi masing-masing râwi, dan (3) meneliti kata-kata yang
menghubungkan antara para râwi.[6] Selain sanadnya bersambung, matannya
juga marfu’, artinya idhâfah kepada Nabi SAW.[7]
b) Râwinya
bersifat adil
Keadilan
adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak taqwa, menjauhi
dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan
perbuatan-perbuatan mubâh yang menodai murû’ah, seperti makan
sambil berdiri di jalanan, buang air (kencing) di tempat yang bukan disediakan
untuknya, dan bergurau yang berlebihan.[8]
Kriteria periwâyat
yang bersifat adil adalah: (1) beragama Islam, (2) berstatus mukallaf,
(3) melaksanakan ketentuan agama, dan (4) memelihara murû’ah.[9]
c) Râwinya
bersifat dhâbith
Dhâbith adalah
bahwa râwi yang bersangkutan dapat menguasai Hadisnya dengan baik, baik
dengan hapalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu mengungkapkannya
kembali ketika meriwâyatkannya.
Kalau
seseorang mempunyai ingatan yang kuat sejak menerima hingga menyampaikan kepada
orang lain, dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan di mana saja
dikehendaki, orang itu dinamakan dhabth shadr. Kemudian, kalau apa yang
disampaikan itu berdasar pada buku catatannya, ia disebut dhabth kitâb. Râwi
yang adil dan sekaligus dhâbith disebut tsiqat.[10]
d)
Tidak syâdz
(janggal)
Kejanggalan Hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu Hadis
yang diriwayatkan oleh râwi yang maqbûl (yang dapat diterima periwâyatannya) dengan Hadis yang diriwâyatkan oleh râwi yang lebih kuat (râjih) daripadanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabthan atau adanya segi-segi tarjîh yang lain.[11]
e) Tidak
ber’illat
Kata ‘illat bentuk jama’nya adalah ilal atau al-Ilal yang menurut bahasa berarti cacat, penyakit, keburukan,
dan kesalahan baca. Dengan pengertian ini, maka yang disebut Hadis ber’illat
adalah Hadis-Hadis yang mengandung cacat atau penyakit.
Sedangkan,
menurut istilah, ‘illat berarti suatu
sebab yang tersembunyi atau samar-samar, sehingga dapat merusak keshahîhan
Hadis. Dikatakan samar-samar di sini karena jika dilihat dari segi zhahirnya,
Hadis tersebut terlihat shahîh. Adanya kesamaran pada Hadis tersebut,
mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahîh. Dengan demikian,
maka yang dimaksud Hadis yang tidak ber-‘illat,
ialah Hadis-hadis yang di dalamnya tidak terdapat kesamaan keragu-raguan.[12]
Hadis Shahîh
terbagi kepada dua bagian, yaitu Shahîh Lidzâtih dan Shahîh
Ghayr Li Dzâtih. Shahîh Li Dzâtih adalah Hadis yang
memenuhi lima kriteria Hadis Shahîh. Sedangkan Shahîh Ghayr Li
Dzâtih asalnya Hadis Hasan yang dikuatkan oleh syâhid dan
atau mutâbi’, sehingga naik derajat menjadi Shahîh Ghayr Li
Dzâtih. Syâhid artinya matan lain, sedangkan mutâbi’
artinya sanad lain.
2) Hadis
Hasan
Menurut
bahasa, Hasan merupakan sifat musyabbahat dari lafadz ”al-Hasan”
dengan makna baik, bagus.[13]
Hasan juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh
nafsu.[14]
Menurut
istilah, Hadis Hasan adalah:
اَلْحَدِيْثُ الْحَسَنُ مَا اتَّصَلَ
سَنَدُهُ بِعَدْلٍ خَفَّ ضَبْطُهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
Hadis Hasan adalah Hadis yang
bersambung sanadnya, râwinya adil namun hafalannya ringan, tidak
ada kejanggalan dan ‘illat.[15]
Dari definisi di atas, dapat
dikatakan bahwa Hadis Hasan hampir sama dengan Hadis Shahîh,
hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan/hafalan râwi. Pada
Hadis Shahîh, râwinya harus sempurna ingatan (daya hafal), sedangkan Hadis Hasan, ingatan atau
daya hafalnya kurang sempurna. Dengan kata lain, bahwa syarat-syarat Hadis Hasan
dapat dirinci sebagai berikut:
a) Sanadnya
bersambung
b) Râwinya adil
c) Râwinya dhâbith,
tetapi kedhâbithannya di bawah kedhâbithan râwi Hadis Shahîh
d) Tidak
ada kejanggalan (syâdz)
e) Tidak
ada ‘illat.
Hadis Hasan
sebagaimana juga Hadis Shahîh terbagi kepada dua bagian, yaitu Hasan
Li Dzâtih dan Hasan Ghayr Li Dzâtih. Hasan Li
Dzâtih adalah Hadis yang sesuai dengan kriteria dan definisi Hadis Hasan.
Sedangkan Hasan Ghayr Li Dzâtih adalah Hadis yang asalnya dha’îf,
namun tidak terlalu parah tingkat kedha’îfannya dan didukung oleh sanad
lain, sehingga naik derajat menjadi Hasan
Ghayr Li Dzâtih.
c. Hadis
Mardûd
Secara
bahasa mardûd artinya ialah yang ditolak, yang tidak diterima.
Secara istilah Hadis, mardûd ialah Hadis yang tidak menunjuki keterangan
yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas
ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Dalam definisi
yang ekstrim disebutkan bahwa Hadis mardûd adalah semua Hadis yang telah
dihukumi dha’îf.
Menurut lughah dhaif berarti ضد القوي (kebalikan dari kuat) Hadis dhaif secara bahasa berarti lemah atau Hadis yang tidak kuat sedangkan
menurut istilah adalah هو
ما لم يجمع صفة الحسن بفقد شرط من شروطه (Hadis
yang tidak terkumpul sifat hasan dengan tidak ditemukannya syara- syarat Hadis
hasan).[16]. Dalam definisi lain dikatakan;
وهو ما لم يجتمع فيه
صفات الصحيح، ولا صفات الحسن المذكورة فيما تقدم". ثم تكلم على تعداده
وتنوعه، باعتبار فقده واحدة من صفات الصحة أو أكثر، أو جميعها
Hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadis shahih dan
syarat-syarat Hadis hasan yang sudah disebutkan sebelumnya, baik satu atau
lebih dari satu atau boleh jadi semuanya, dalam sanad atau matan.[17].
Sedangkan
secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan Hadis
dhaif ini akan tetapi pada dasarnya, isi dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa
definisi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)
Hadis yang
di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadis shahih dan syarat-syarat Hadis
hasan.
2)
Hadis yang
hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat Hadis maqbul (Hadis
shahih atau yang hasan).
3)
Pada
definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas, bahwa Hadis dhaif
adalah Hadis yang jika satu syaratnya hilang[18].
Adapun
kriteria Hadis dhaif adalah dimana ada salah satu syarat dari Hadis shahih dan
Hadis hasan yang tidak terdapat padanya, yaitu sebagai berikut;
1)
Sanadnya
tidak bersambung
2)
Kurang
adilnya perawi
3)
Kurang
dhabithnya perawi
4)
Ada syadz
atau masih ada perselisihan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang
lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya.
5)
Ada illat
atau ada penyebab samar dan tersembunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu
Hadis shahih meski secara zahir terlihat bebas dari cacat.
Mahmud
al-Thahan membagi Hadis dhaif dibagi kedalam dua kelompok besar, yakni Hadis
dhaif karena gugur rawi dalam sanad, dan dhaif karena kecacatan rawi dalam
sanad. Gugur rawi dalam sanad dibedakan menjadi dua, yaitu gugur secara jelas,
yang meliputi Hadis al-Mu’allaq, al-Mursal, al-Mu’dhal dan al-Munqathi;
dan gugur rawi secara samar-samar, meliputi Hadis al-Mursal al-Khafi dan
al-Mudallas.
Dhaif akibat
adanya kecacatan rawi dalam sanad dibedakan juga menjadi dua, yaitu kecacatan
yang berhubungan dengan sifat keadilan rawi seperti berdusta, tertuduh
berdusta, berbuat fasik, pelaku bid’ah, dan tidak dikenal; yang kedua adalah
cacat yang berhubungan dengan sifat ke-dhabitan rawi, seperti buruk hafalan,
banyak kekeliruan, banyak waham, tidak ada kepahaman terhadap Hadis, dan
riwayat-riwayatnya berselisih dengan riwayat orang-orang yang telah terkenal tsiqah.
Hadis-hadis maudhu, matruk, munkar, ma’ruf, mu’allal, mukhtalifah li
ats-tsiqqat, mudraj, maqlub, muzid fi muttashil al-asanid, mudltharrib,
mushahhaf, syadz, mahfuzh dan majhul, menurut al-Thahhan Hadis dhaif
kelompok ini adalah Hadis yang cacat terhadap peribadi rawi[19]
1)
Adanya Kekurangan pada Perâwinya
Dalam
hal ini, kekurangan pada perâwinya dapat disebabkan oleh
ketidakadilannya maupun hafalannya, yakni terbagi menjadi:
a) Dusta (Hadis Maudhû’)
b) Tertuduh dusta (Hadis Matrûk)
c) Fâsiq dan lengah
dalam menghafal (Hadis Munkar)
d) Banyak waham/prasangka
(Hadis Mu’allal)
e) Menyalahi riwâyat
orang kepercayaan
f) Tidak diketahui identitasnya
(Hadis Mubham)
g) Penganut bid’ah (Hadis Mardud)
h) Tidak baik hafalannya (Hadis
Syadz dan Mukhtalith)
2)
Karena sanadnya tidak bersambung
a) Kalau yang digugurkan sanad
pertama disebut Hadis Mu’allaq
b) Kalau yang digugurkan sanad
terakhir (sahabat) disebut Hadis Mursal
c) Kalau yang digugurkan itu
dua orang râwi atau lebih berturut-turut disebut Hadis Mu’dhal
d) Jika tidak berturut-turut disebut
Hadis Munqathi’.
3)
Dari Segi Matan
Penisbahan
Hadis tidak pada Nabi Muhammad SAW. Penisbahan matan kepada
sahabat, disebut mawqûf, dan penisbahan kepada tâbi’in,
disebut Maqthû’.
0 Response to "Macam Macam Hadis Berdasarkan Kualitasnya"
Post a Comment